-

Selasa, 06 Mei 2014

Kesarjanaan Barat dan al-Qur'an


Kesarjanaan Barat dan al-Qur’an
Oleh Cholid Abdullah

Kajian ilmiah Sarjana Barat terhadap al-Qur’an dimulai ketika Petrus Venerabilis, kepala Biara Cluny, ke Coledo abad ke-12. Tujuan utamanya tak lain adalah untuk membela keyakinan Kristen dan membasmi kepercayaan Haretik-Yahudi dan Islam. Hasilnya adalah Cluniac Corpus di mana terjemahan ini dipakai sebagai pijakan ilmiah bagi para misionaris Kristen pada saat itu. Trauma akibat perang Salib juga turut memberi andil dalam upaya mengobarkan semangat umat Kristen serta menciptakan berbagai kesalahpahaman Barat tentang Islam.
Setelah itu, berbagai kajian penerjemahan al-Qur’an mulai dilakukan oleh Sarjana Barat. Secara umum karya dari Sarjana Barat dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.       Terjemah al-Qur’an ke dalam bahasa Asing (sesuai dengan negaranya masing-masing). Karya-karya ini ada yang bersifat subjektif, yakni ingin menjatuhkan Islam seperti Cluniac Corpus, ada juga yang berdasarkan kronologis ayat seperti karya Richard Bell, ada juga yang berdasarkan penyuntingan dan penomoran terhadap teks al-Qur’an seperti karya Fluegel. Meskipun ada juga yang berusaha melakukan terjemah dengan memperlakukan setiap surat sebagai suatu kesatuan serta memandang al-Qur’an sebagai suatu wahyu yang sederhana dan konsisten seperti karya Arthur J. Arberry, The Koran Interpreted (1955).
2.       Kritik Terhadap al-Qur’an. Sebagaimana disiapkan oleh Gotthelf Bergsteaesser, Arthur Jeffery dan Otto Pretzl. Seperti karya Apparatus Criticus. Namun karya ini belum selesai. Sehingga edisi kritik al-Qur’an tidak pernah terlaksana.
3.       Tafsir al-Qur’an. Sebagaimana karya tafsir Paret Der Koran: Kommentar und Konkordanz serta karya Bell A Commentary on the Qur’an (1991). Termasuk karya Ignaz Goldziher Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung tentang sejarah tafsir al-Qur’an