-

Sabtu, 26 Desember 2009

al-Qur'an dan kesarjanaan Barat

Al-Qur’an dan Kesarjanaan Barat
Oleh Cholid Abdullah

Menurut Montgomery Watt, perhatian ilmiah, orang-orang Eropa terhadap al-Qur’an dapat dikatakan bermula dengan berkunjumgnya Peter yang Agung (Peter the Venerable)-kepala biara Cluny- ke Toledo pada perempatan abad ke-12. Ia membentuk suatu tim dan menugaskannya membuat serangkaian karya yang secara keseluruhan kan merupakan basis ilmiah bagi para intelektual yang akan berurusan dengan Islam. Setelah itu, kajian Barat tentang Islam masih terus eksis sampai sekarang.
Ada dua masalah yang akan dihadapi oleh Sarjana Barat ketika akan melakukan kajian terhadap al-Qur’an, masalah kebenaran dan masalah sumber. Para Sarjana Barat banyak yang meragukan kebenaran al-Qur’an. Untuk itu, masih menurut Montgomery, sebelum dapat menyatakan bahwa al-Qur’an itu benar atau tidak, hendaknya para sarjana Barat menjernihkan fikirannya tentang keseluruhan masalah yang berkaitan dengan bahasa dan pengalaman. Serta –lebih khusus lagi- dengan pengalaman keagamaan atau, sebaliknya, dengan pengalaman hidup manusia yang secara menyeluruh.
Dianalogikan dengan contoh hubungan seksual. Seseorang yang tidak memiliki pengalaman aktual tidak dapat membentuk suatu gagasan yang memadai tentang “cita rasa” pengalaman seksual dari sekedar membaca novel-novel atau buku-buku daras ilmiah. Pengalaman keagamaan menjadi penting sekali, karena tidak mudah begi seseorang yang dibesarkan dalam lingkungan Kristen mengapresiasi gagasan-gagasan keagamaan Islam, apalagi menjadikan pijakan hidup yang memuaskan. Hal yang sama juga dialami kaum Muslimin sehubungan dengan gagasan-gagasan Kristen. Di sinilah letak objektif atau tidaknya suatu kajian.
Para sarjana Eropa abad ke-19 terlalu memusatkan perhatian untuk menemukan “sumber-sumber” pernyataan-pernytaan al-Qur’an dan terjadi peperangan antara sarjana-sarjana yang memandang agama Yahudi sebagai sumber utama al-Qur’an dan sarjana-sarjana yang menganggap agama Kristenlah yang merupakan sumber utamanya. Dan ini yang menjadi kecaman kaum Muslimin, karena menurut mereka al-Qur’an adalah Kalamullah, jadi tidak bersumber dari Yahudi maupun Kristen.
Al-Qur’an telah dikaji dan direnungkan sekitar 14 abad, dan banyak capaian yang telah diperoleh. Namun dalam dunia baru abad yang sekarang ini, ketika hubungan kaum Muslimin dengan non-Muslim yang taat dan penuh percaya diri semakin erat dibandingkan masa-masa sebelumnya sejak abad pertama Islam, tetapi terdapat kebutuhan akan kajian lebih lanjut terhadap al-Qur’an dan kajian lebih lanjut terhadap tema-tema baru; dan hal ini harus dilakukan oleh kaum Muslimin maupun non-Muslim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar