-

Senin, 28 Desember 2009

oksidentalisme

Oksidentalisme
Oleh Cholid Abdullah

Sejatinya wacana Oksidentalisme, menurut Hassan Hanafi, adalah implikasi dari penjelasan teoritis dari salah satu agenda proyek “Tradisi dan Pembaharuan” (al-Turats wa al-Tajdid). Proyek ini memiliki tiga agenda yang harus duhadapi yakni: “sikap kita terhadap tradisi lama”, “sikap kita terhadap tradisi Barat” dan “sikap kita terhadap realitas” (teori interpretasi). Penjelasan teoritis agenda kedua inilah yang nantinya akan membangun apa yang dinamakan oksidentalisme.
Oksidentalisme bukanlah sikap penolakan secara pasif total terhadap Barat dan pembaratan, bukan juga penerimaan dari Barat dengan alasan bahwa tidak setiap yang dating dari Barat adalah jelek dan bahwa setiap saat kita selalu menikmati produk Barat. Meskipun secara de jure sikap menolak dapat dibenarkan, tetapi secara de facto salah karena ia meninggalkan Barat sebagai obyek kajian. Begitu juga sebaliknya, meskipun secara de jure sikap menerima adalah salah, karena hubungan antara Islam dan barat adalah antagonistis, bukan hubungan persamaan, tetapi secara de facto dapat dibenarkan, karena ia memandang pentingnya empelajari dan mengenal peradaban barat tanpa melihat sumber, represantasi, implikasi dan kematangan dari peradaban tersebut.
Oksidentalisme, menurut Hassan Hanafi, bukan termasuk dari bagian dari literature Timur ataupun Barat, baik ditinjau dari kacamata konflik dan perlawanan atau dari kacamata kerjasama, dialog dan persamaan. Oksidentalisme merupakan ilmu baru yang bertujuan mengubah materi lama menjadi kerangka teoritis dan logika peradaban yang akurat.
Materi oksidentalisme ialah memandang Barat dari kacamata non Barat, dan memandang the other (pihak lain, dalam hal ini Barat) dari kacamata ego (dalam hal ini umat Islam). Oksidentalisme bukanlah deskripsi Barat terhadap dirinya yang kemudian ditransformasikan oleh umat Islam. Oksidentalisme dihasilkan dari upaya dan kreasi ego, bukan oleh keringat barat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar